Monday, January 17, 2011

Lele, the cat fish, attack in the very early morning

Hari ke 17 bulan puasa gw mencoba untuk konsisten untuk khusyuk bersahur di pagi hari. Kali ini agak berbeda di pagi buta sekitar jam 3.30 pagi gw terbangun dan tak sadar tragedy memilukan mengancam dan akan terjadi (base on very true story)

Hari itu sebenernya selayaknya pagi2 sebelumnya gw selalu siapkan ibadah yang paling utama dan penting yaitu makanan malam.
Berbicara saol bahan makanan dan ngomongin suka gak suka gw tuh lebih suka makan ikan ketimbang dedak atau aspal, dan berhubung gw hidup di abad millennium dan masa perundagian yaitu selalu makan dengan cara mengumpulkan makanan (baca, Beli) maka menu yang tersedia tentunya itu2 aja maka gak heran kalo menu harian gw hampir bisa di tebak senin pecel lele, selasa lele gorang, rabu kamis lele saos padang, jumat sabtu minggu lele bakar dengan tambahan tahu tempe,  (FYI gw masih meneliti ttg efek jangka panjang lele terhadap Feng sui hidup gw, serius berharap kalau ada nilai positifnya dari keadaan  yang kata Sherina geregetan kalau hidup tak ada pilihan, dan kalau kata Melinda Cinta satu malam, oh indahnya)
Lele sahur kala itu sudah di tata sedemikian rupa terinspirasi sama Farah Quinn dan Mamah Dede. Lele bakar dengan sambal kecap, this is shit…. Lele bakar dengan taburan kecap. (sambil tutup hidung)

Gigitan pertama begitu menggoda, selanjutnya terasa terlena, gigitan demi gigitan terlaksana, waktupun terus berlalu sampai imsak hampir berkumandang, gw masih asik dengan lele gw tiba2 sesuatu tersedak di kerongkongan, tidak lain tidak bukan duri dengan cantik dan ajeknya nongkrong dikerongkongan gw, intelegensia homosapiens abad 21 nan canggih ini menyarankan gw untuk minum sebanyak2nya, hasilnya nihil, lalu plan B menyarankan kalau gw kudu nelan nasi saja tanpa tedeng aling2 (ada untungnya jg baca primbon sebagai bacaan menjelang tidur), gw lakukan jg tp sang duri enggan bergeming, gw mulai panik mengingat waktu imsak hendak menjelang, yang artinya gw udah gak boleh nelen apapun, gw tetap bersih kukuh nelen nasih putih di detik2 terahir imsak, hasilnya NIL. Imsakpun berkumandang bonus duri masih di kerongkongan, gw dengan putus asa memutuskan untuk tidur saja mungkin dengan kebesaran tuhan duri ini akan ngeloyor dengan sendirinya dan dalam rangka membuktikan jg kl keasaman saliva gw bisa melumerkan segala jenis batu besi apalagi cuma sekedar duri imut.

Pagi hari nancerah gw sambut dengan harapan bahwa duri sudah hilang seperti hilangnya embun pagi diterpa cahaya mentari, tapi kenyataannya No no no , duri masih ajek di kerongkongan. Gw putus asa kulihat tali jemuran kulihat racun tikus dan kulihat benda tajam, tersadar gw kala itu lagi ada di toko bangunan wajar kalo benda2 tersebut memang ada, Dengan bekal doa dan uluran saran ahli telematika gw putuskan untuk pergi ke KUA, yang kemudian dirujuk ke rumah sakit ternama. Serangan duri lele ini berahir di ruang operasi kecil rumah sakit setempat…… dengan menyisakan trauma mendalam terhadap lele, sesaat tahu rasanya bagaimana menjadi Cut Tari, begitu kapok dan menyesali perbuatan.

Sorenya waktu berbuka puasa menjelang gw menuju restoran kenamaan “Bang pecel leleya ya bang 2 potong!”.

No comments:

Post a Comment